Menikmati Air Bekas Galian Tambang

March 4, 2015, 10:23 am | Admin

PT. ADARO Indonesia adalah pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi I yang telah memproduksi batubara dengan merek dagang “envirocoal” yaitu batubara ramah lingkungan secara komersial pada tahun 1992.

Sesuai namanya, produk batubara anak perusahaan PT. Adaro Energy, Tbk ini hanya memiliki kandungan belerang 0,1% dan kadar abu sekitar 1%. Pengguna utama batubara PT. Adaro Indonesia adalah perusahaan pembangkit tenaga listrik, industri semen dan industri pulp dan kertas.

Khusus di Indonesia, produk batubaranya digunakan untuk PLTU di Jaringan Jawa-Bali, yaitu PLTU PEC, PLTU Paiton 1 dan 2, PLTU Jawa Power, PLTU Cilacap dan PLTU Suralaya.

Kehadiran sebuah perusahaan tambang, terlebih dalam skala besar seperti Adaro, tak urung hampir pasti diiringi munculnya kekhawatiran. Terutama dampak terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.

Namun dalam kegiatan Jurnalistik Tambang 2015 di Kantor PT Adaro, 17-19 Februari 2015 lalu, insan pers dari berbagai media diperlihatkan bagaimana upaya perusahaan untuk pengembalian lingkungan yang persis seperti asal.

 

Air Bersih

Sejak penambangan batubara pada tahun 1997 oleh PT Adaro Indonesia di Site Paringin, terbentuk kolam seluas 15,16 Ha dengan daerah tangkapan 168,80 Ha. “Setiap penggalian lubang tambang, akan ada reklamasi dengan menyelamatkan tanah pucuk (top soil),” kata Kadarisman, Humas PT Adaro.

“Kami juga bekerjasama dengan LIPI sebagai wujud usaha serius untuk mengembalikan lahan bekas tambang itu seperti sedia kala. Atau paling tidak mendekati keadaan semula dan beranfaat bagi masyarakat sekitar maka PT Adaro Indonesia terus berupaya semaksimal mungkin untuk pemulihan agar mengembalikan kondisi bekas lahan tambang seperti semula dikenal dengan sebutan reklamasi.”

Usai penambangan, material tanah (disposal) dikembalikan, termasuk tanah pucuk (humus), sehingga areal tersebut bisa ditanami aneka tanaman penghijauan hingga alam kembali seperti sediakala (semula jadi).

Di sela berkeliling melihat fasilitas pengolahan lahan bekas tambang dan haus mulai terasa di tenggorokan yang kering, tiba-tiba terlihat seorang karyawati berseragam perusahaan tanpa canggung menenggak segelas air putih yang keluar dari sebuah keran.

Yang mengejutkan, air yang terlihat begitu segar itu ternyata berasal dari sebuah penampungan air hasil olahan dari air bekas tambang. “Mari, silakan minum. Ini aman dan sehat,” kata si karyawati tersebut ketika menyambut kedatangan wartawan yang berkunjung ke lokasi ini.

“Airnya segar,” celetuk Julius M Sinaga, wartawan Palangka Ekspres, saat bersama wartawan Kalteng Pos mencoba meminum air jernih itu.

Norvie Yudi Hasma, WWM Supervisor pada Water Treatment Plant (WTP) PT Adaro mengatakan, air bersih hasil olahan bekas limbah itu membantu karyawan dan masyarakat sekitar untuk kebutuhan air bersih yang kapasitasnya mencapai 20 liter per detik.

“Air bersih ini juga disuplai untuk keperluan warga di lingkungan tambang yang kesulitan air bersih. Ada sekitar 650 kepala keluarga (KK) yang telah memperoleh suplai air bersih ini secara cuma-cuma selama 24 jam dengan sistem jaringan pipanisasi,” ujarnya.

Pengolahan air bersih di lokasi tambang Adaro ini dinamakan WTP T-300 dan diresmikan oleh Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya, pada 2 Juni 2013 lalu.

Saat ini air bersih telah didistribusikan melalui sistem pipanisasi yang dibangun PT Adaro Indonesia sepanjang 10 km dan telah dimanfaatkan oleh masyarakat setidaknya di 5 desa, serta internal Adaro. Program air bersih untuk masyarakat ini merupakan komitmen yang terintegrasi untuk lingkungan dan masyarakat.

Kadarisman menimpali, selain air bersih, air hasil olahan bekas tambang itu memberikan sesuatu yang terbaik kepada masyarakat sekitar tambang sebagai salah satu program pascatambang melalui usaha perikanan.

“Pasca penambangan dilakukan reklamasi yang membentuk kawasan hutan baru di sekitar kolam dan di kawasan daerah tangkapan yang menyebabkan terjadinya perbaikan kualitas air dari waktu ke waktu sehingga memiliki potensi untuk dimanfaatkan di bidang perikanan, berupa ikan nila BEST (Bogor Enhanced Strain Tilapia) dan udang galah,” ujarnya.

Ikan nila BEST merupakan ikan hasil pemuliaan menggunakan dengan karakter keunggulan dalam pertumbuhan dibandingkan jenis nila yang ada di masyarakat, seperti ketahanan terhadap penyakit, pertumbuhan yang cepat, daya adaptasi lingkungan yang tinggi dan kemudahan mendapatkan indukan.

Dari sisi kesehatan, berdasarkan hasil analisis daging udang dan ikan nila, BEST dinyatakan layak dan aman untuk dikonsumsi berdasarkan baku mutu yang mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan.

Hal itu lagi-lagi membuktikan, air limbah bekas pengolahan tambang PT Adaro Indonesia aman. Bukan saja untuk vegatasi lingkungan, bahkan juga konsumsi manusia.

 

Hutan Revegetasi

Di tengah suasana yang sejuk, karena banyak pehononan yang rindang, serta dilengkapi sebuah bangunan pendopo konstruksi beton sebagai tempat istirahat atau pertemuan, terlihat sekali membuat beberapa wartawan yang tergabung dalam kegiatan tersebut, betah berlama-lama berada di kawasan hutan hasil reklamasi tersebut.

Untuk melakukan penghijauan itu, Adaro memang memiliki lahan pembibitan berbagai jenis tanaman di kawasan tambang Tutupan seluas sekitar 2 hektar dengan kapasitas sekitar 70.000-130.000 bibit yang memproduksi rata-rata sekitar 10.000–30.000 bibit per bulan.

“Adaro melakukan kegiatan pengayaan tanaman bertujuan untuk mengumpulkan jenis-jenis tanaman khas Kalimantan yang nantinya dikembangkan untuk membuat model hutan reklamasi. Beberapa pohon yang diteliti termasuk jenis yang sudah jarang ditemukan di wilayah tersebut, seperti pohon ulin, tengkawang, rantau, baur, keminting dan kapur,” ungkap Kadarisman.

Selain itu, juga dibibitkan berbagai jenis tanaman lainnya, seperti kayu galam, eukalyptus, jeruk, kaliandra, nangka, gulinggang, cery, gamal, asam jawa, turi, pinang, johar, sunan, jati putih/gmelina, kopi, jarak, rambutan, kayu hutan, kepu, kelapa sawit, kupang, meranti, sirsak, ketapang, eboni, terembesi, pongamia gaharu, sukun , mahoni, kesambi, waru, kayu putih, pulai, mangga, dan paku-pakuan.

Adapula tanaman akasia, durian, pinus, cempedak, angsana, nyamplung, albazia/sengon, ramania, pioner, jambu air, mahang, flamboyan, bambu, kasturi, sungkai (lurus), kemiri, halaban, spatudea, cemara, daun salam, kayu manis, dan lamtoro.

Rehabilitasi areal bekas tambang melalui kegiatan reklamasi lahan dan revegetasi diharapkan dapat meningkatkan produktivitas lahan bekas tambang. Dalam prosesnya kegiatan revegetasi dapat meningkatkan perbaikan lahan dengan memberikan input berupa guguran serasah daun atau bagian tanaman lainnya ke tanah dan menciptakan kondisi iklim mikro yang dapat meningkatkan aktivitas mikroba tanah.

Hal itupula yang membuat perusahaan tambang batubara ini meraih banyak penghargaan di bidang lingkungan seperti PROPER Peringkat Hijau Kinerja tahun 2010-2011 dari Kementerian Lingkungan Hidup RI dan Penghargaan sebagai perusahaan yang berperan aktif mensukseskan program pemerintah penanaman 1 milyar pohon dari Kementerian Kehutanan RI, serta Penghargaan Pengelolaan Lingkungan Pertambangan Mineral, Batubara dan Panas Bumi dari Kementerian ESDM Peringkat Aditama dengan nilai tertinggi (emas) untuk sektor pertambangan batubara.

PT. Adaro Indonesia berkomitmen melakukan  penambangan dengan bertanggungjawab dan berupaya dengan optimal mengurangi dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan dan masyarakat di sekitarnya. Program lingkungan yang dilakukan diantaranya adalah reklamasi pengelolaan air dan upaya konservasi sumberdaya air serta pemanfaatan energi alternatif.

Lukman, salah satu wartawan yang ikut dalam rombongan mengatakan saat ini banyak sekali perusahan tambang di Kalteng maupun di Kalsel yang begitu saja membiarkan lobang lobang hasil tambang menjadi tidak berguna dan bahkan tidak menutup kemungkinan bisa menjadi mudarat bagi masyarakat.

“Apa  yang dilakukan oleh PT Adaro Indonesia untuk memanfatkan air dari areal operasi tambang agar bisa berguna bagi perusahaan maupun masyarakat sekitar, perlu di contoh dan dikembangkan. Agar saat perusahan tidak lagi melakukan penambangan, masyarakatpun bisa memanfaatkannya untuk kehidupan yang lebih baik,” katanya. (Syarif Hidayat)

Terakhir di update pada Kamis, 02 Februari 2017 / 10:24 WIB | 9605